Oleh: Dr. Abdul Mannan
Kata seorang sufi kepada anak didiknya, “Engkau lebih baik di benci oleh semua makhluk dai alam semesta dari pada di benci Allah SWT. Bagitu pula engkau lebih mulia di cintai Allah SWT dari pada di cintai makhlluk yang durhaka.”
Pekerjaan dakwah akan diridhai Allah SWT jika didasarkan atas niat karena Allah SWT. Mulai dari memungut sampah di tepi jalan, hingga menegakkan Khilafah Islamiyah. Semua itu dakwah. Itulah peradaban Islam.
Jika dakwah didasari atas dimensi peradaban Islam seperti itu akan mudahlah mencerna ajaran-Nya. Bukan gontok-gontokkan antara umat Islam sendiri. Gontok-gontokkan sesame Muslim bukanlah perangai Islami. Justru akan mencoreng nama baik ajaran Ialam yang mulia.
Dulu, Islam dipentaskan oleh pelaku peradaban Islam angkatan pertama, yaitu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa SAllah (SAW) bersama para sahabatnya, dengan perilaku yang berdab berkat sentuhan iman. Kini, keberadan umat Islam marginal dan semua aspek.
Mengapa marginal? Ini terjadi karena umat Islam yang indah dan mempesona. Lunak dalam penampilan, tegar dalam pendirian, semua itu sudah pudar dari diri umat Islam. Terjadi banyak faksi dalam tubuh kaum Muslim sebagai konsekuensi pudarnya keyakinan.
Sudah waktunya umat Islam bangkit. Dari mana memulainya dan apa patokannya? Jika patokannya dimulai sejak wafatnya rasulullah SAW, lantas di beri nama apa peradaban tersebut? Bukankah peradaban itu dibangin atas dasar ide yang turun dari langit? Bukankah semua pakar peradaban, baik yag bertolak dari pemikiran religi hinggga sekuler, sepakat bahwa peradaban itu di bangun dari ajaran agama?
Dalam hal ini, Hidayatullah telah menetapkan bahwa membangun peradaban Islam dimulai sejak turunya wahyu pertam (al-Alaq). Al- Alaq mengandung metodologi ajaran “kesadaran” akan ber-tuhan dengan benar dan menyadarkan bahwa diri manusia itu penuh limitasi. Oleh karena itulah peradaban Islam dibangun atas dasar ajaran tauhid yang terus menurunkan segala aspek aturan hidup dan kehidupan.
Metode kesadaran yang dieksplorasi dari wahyu pertama ini melahirkan manusia ulung dan agung sepanjang sejarah keumatan. Para sahabat sebagai inner circle mendapat predikat ‘asyaratul kiram (sepuluh sahabat mulia) yang dijamin masuk surga tanpa hisab setelah itu empat puluh sahabat yang lain, dan seratus
Kader inti Rasulullah Saw tersebut merangkai kekuatan antara Mujahidin (dari Makkah) dan Anshar (penduduk madinah) untuk menjadi satu kekuatan di bawah komando Rasulullah Saw. Kekuatan ini terbukti mampu membebaskan Makkah dari kesyirikan.
Kekuatan ini muncul dari kajian wahyu yang pertama yang refleksinya memancar pada kekuatan spiritual yang di bangun melalui qiyamul lail, tartitul Qur’an, dan dzikir yang kontinyu. Tiga sarana pemberdayaan spiritual ini melahirkan jiwa yang sabar (konsisten) dalam berjuang, hijrah, dan tawakal.
*Sahid Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar